Suasana pagi ini, di kampung halaman. Aku berkumpul bersama keluarga mengenakan baju hari raya, bergegas menuju tanah lapang, menyantap hidangan khas asal Minang, lalu merunduk untuk mengakui kesalahan dan saling bermaafan. Sayang sekali saat seperti ini hanya terjadi setahun sekali dan aku pun tidak pernah lupa memanjatkan syukur kepada Allah Swt. karena aku masih diberi kesempatan untuk merasakannya.
Setelah semua rangkaian acara hari raya, seperti biasa kami bersama-sama menuju ruang tengah untuk saling berbagi cerita tentang suka dan duka atau untuk sekadar mencicipi rengginang dan kue cucur. Oh iya, kalau kalian belum tahu, kue cucur adalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras dan gula aren yang digoreng.
Aku menjatuhkan pandangan tepat di sudut ruangan, melihat seorang pria dengan usia berkepala empat yang duduk di atas sofa sedang memangku bayi perempuan berambut tipis dengan bando bunga berwarna merah muda. Hm, rasanya seperti melihat pemandangan yang tidak asing.
"Ah, pria itu!" seruku dalam hati.
Beberapa kali aku ikut tersenyum melihat pria itu tersenyum dengan mata berbinar memainkan dagu mungil bayi perempuan yang ada dipangkuannya. Tentram sekali menyaksikan kebahagiaan mereka walau hanya dari kejauhan, sampai aku tidak sadar hal itu membuatku kini meneteskan air mata.
Ingin menyapa, tetapi rasanya bibir ini terlalu ragu untuk mengucap. Ingin mendekat, tetapi rasanya kaki ini terlalu berat untuk melangkah. Lantas, ku biarkan saja diriku mematung seperti ini, terus menatap ke arah itu.
Setelah semua rangkaian acara hari raya, seperti biasa kami bersama-sama menuju ruang tengah untuk saling berbagi cerita tentang suka dan duka atau untuk sekadar mencicipi rengginang dan kue cucur. Oh iya, kalau kalian belum tahu, kue cucur adalah kue tradisional yang terbuat dari tepung beras dan gula aren yang digoreng.
Aku menjatuhkan pandangan tepat di sudut ruangan, melihat seorang pria dengan usia berkepala empat yang duduk di atas sofa sedang memangku bayi perempuan berambut tipis dengan bando bunga berwarna merah muda. Hm, rasanya seperti melihat pemandangan yang tidak asing.
"Ah, pria itu!" seruku dalam hati.
Beberapa kali aku ikut tersenyum melihat pria itu tersenyum dengan mata berbinar memainkan dagu mungil bayi perempuan yang ada dipangkuannya. Tentram sekali menyaksikan kebahagiaan mereka walau hanya dari kejauhan, sampai aku tidak sadar hal itu membuatku kini meneteskan air mata.
Ingin menyapa, tetapi rasanya bibir ini terlalu ragu untuk mengucap. Ingin mendekat, tetapi rasanya kaki ini terlalu berat untuk melangkah. Lantas, ku biarkan saja diriku mematung seperti ini, terus menatap ke arah itu.
Kring... Kring... Kring...
Suara alarm handphone-ku berbunyi dan menunjukkan waktu pukul 04.30.
Ternyata baru saja aku bermimpi.
Aku menyadari sesuatu setelah terbangun. Aku segera mencari sebuah potret di dalam album yang sudah mulai terlihat usang. Benar, gambaran dalam mimpi sama dengan potret yang kini berada di genggamanku. Mimpi ini ternyata bercerita tentang kenangan kau dan aku yang saat itu baru berusia beberapa bulan di dunia. Tidak ada yang kebetulan, tetapi aku juga tidak tahu harus mengartikan mimpi ini bagaimana.
Aku menyadari sesuatu setelah terbangun. Aku segera mencari sebuah potret di dalam album yang sudah mulai terlihat usang. Benar, gambaran dalam mimpi sama dengan potret yang kini berada di genggamanku. Mimpi ini ternyata bercerita tentang kenangan kau dan aku yang saat itu baru berusia beberapa bulan di dunia. Tidak ada yang kebetulan, tetapi aku juga tidak tahu harus mengartikan mimpi ini bagaimana.
Orang bilang, mungkin kau ingin aku mengirim doa.
Namun menurutku, mungkin di antara kita ada yang merindu.
Setelah hampir satu tahun pergi, akhirnya kau sempat datang kembali.
-
03 Juli 2019
Setelah hampir satu tahun pergi, akhirnya kau sempat datang kembali.
-
03 Juli 2019